Sejarah
Pada mulanya masjid didirikan di Desa
Pakacangan
pada permulaan abad ke-19, bersamaan dengan berkembangnya agama Islam
di Kalimantan Selatan. Masjid ini kemudian pindah ke Desa Alamatan,
Kecamatan Amuntai Tengah pada tahun 1875. Masjid tersebut pada masa
penjajahan Belanda sangat penting karena berhubungan dengan
perang Banjar tahun 1860
.
Fungsi masjid pada masa itu selain tempat salat juga dipergunakan
untuk tempat perundingan rahasia yang diadakan untuk melemahkan Belanda.
Masjid Raya Amuntai lokasinya berdekatan dengan makam Said Suleiman
(salah seorang penyebar agama Islam di Kalimantan Selatan
Konstruksi
Luas lahan masjid sekitar 125 × 125 meter, sedangkan luas bangunan 55
× 55 meter dan tinggi sampai puncak 45 meter. Denah bangunan empat
persegi, menghadap ke barat. Di dalam ruangan terdapat tiang sokoguru,
mimbar, mihrab, dan lemari dinding. Pintu masuk terdapat pada keempat
sisi dan bagian atas pintu tersebut berbentuk lengkungan setengah
lingkaran. Lantai masjid dari ubin dengan tiang sokogurunya dari kayu
ulin.
Pada dinding bagian atas terdapat jendela kaca dengan hiasan kayu di
tengahnya dan juga ada lubang angin. Atap Masjid Raya Amuntai merupakan
atap tumpang bertingkat dua dengan kubah pada bagian atasnya dan di
puncak kubah tersebut terdapat tiang dengan tulisan Arab (Allah). Di
sebelah barat (depan) terdapat penampil yang berfungsi sebagai mihrab,
berbentuk persegi panjang. Bagian luar atas berpelipit rata dan dinding
depan terbuat dari kaca yang dihiasi kayu serta tiang semu di tengahnya.
Atap mihrab berbentuk kubah dengan lubang angin empat persegi berderet
dua buah dan di puncaknya terdapat tiang dengan tiga bulatan (tusuk
sate). Di bagian luar masjid ada pelataran berukuran 13 × 17 meter
disemen.
Comments
Post a Comment